Thursday, June 22, 2006

pluralisme??

baraya,

ada artikel tentang pluralisme (yang menurut saya) menarik. selamat membaca. diambil dari milis insistnet 22 Juni 2006, 12:01 AM dikirim oleh Nidlol Masyhud .

bj.
===========

Oya,
berbicara tentang perbedaan & keragaman ini saya jadi teringat kasus"Pluralisme [Agama]". Sedikit poin ini mungkin bisa dikaji lebih lanjut:

Saya melihat, ada semacam "pengacauan konseptual" (baik sengaja maupun tidak) untuk terma "pluralisme" dan "pluralias" dalam banyak diskursus. Tidak terkecuali MUI yang membenturkan antara "Pluralisme"dan "Pluralitas" dengan mensupport yang kedua dan mengharamkan yangpertama. Alasannya: "pluralitas" adalah sebuah FENOMENA empiris,sedangkan "pluralisme" adalah sebuah PARADIGMA (Filsafat).

Inti definisi atas Pluralisme MUI tersimpul dalam 3 titik ini:
  • "semua agama adalah sama"
  • "kebenaran setiap agama adalah relatif"
  • "tidak boleh ada klaim kebenaran untuk agama tertentu"

Intinya adalah "KESAMAAN ATAU KESEJAJARAN AGAMA-AGAMA"

Dari tulisannya Suratno di JIL(http://islamlib.com/id/index.php?page=article&id=879), kita menginventarisasi lagi beberapa definisi:

  • "Kebenaran & keselamatan tidak hanya ada di satu agama"(dari konsepsi Karl Rahner)
  • "Semua agama sejajar di mata Kebenaran Yang Tunggal"(dari konsepsi John H. Hick)
  • "Agama2 yang berbeda itu saling mengisi & memperkaya"(dari konsepsi John Cobb)
  • "Agama2 itu saling mengkoreksi, melengkapi, & terjalin"(dari konsepsi Raimundo Panikkar)
  • "Agama2 itu harus dilebur dalam satu wadah pluralisme"(dari konsepsi Wilfred C. Smith)

Apa yang kita perhatikan dari definisi-definisi ini? Ya. Semuanya mengarah pada kecenderungan untuk mendefinisikan "Pluralisme [Agama]" sebagai "Paham atas kesamaan, kesejajaran,kerelatifan, atau keterjalinan ontologis [agama-agama]". Semuanya mengarah pada pendefinisian Pluralisme sebagai "paradigma yang memandang bahwa kemajemukan agama ini adalah ikhtilafut-tanawwu'(keragaman variatif) dan bukannya ikhtilafut-tadlaaadl (keragaman kontradiktif)". Semua definisi diatas mengarah pada pemaknaan Pluralisme sebagai filsafat yang menganggap tidak adanya "pertentangan kebenaran" atau "perbedaan esensial" pada agama-agama tersebut.

Yang membuat saya bertanya-tanya: Mengapa definisi "pluralisme"menjadi seperti ini? Bukannya "Pluralisme" secara terminologis adalah paham yang dibangun di atas "Pluralitas"? Kenapa Pluralisme kemudian menjadi nama untuk sebuah sistem paradigma yang cenderung"menyama-nyamakan atau mensejajarkan kemajemukan"..?!

Bukankah definisi-definisi itu lebih tepat kalau disematkan untuk istilah-istilah lain seperti Al-Wihdah (Homogenisme) atau Al-Ittihaadiyyah (Integralisme)? Bukankah justru istilah "pluralisme"itu lebih sesuai kalau didefinisikan sebagai "PAHAM YANG MEMANDANG BAHWA AGAMA-AGAMA ITU BERBEDA". Artinya "berbeda secara esensial, secara fundamental, dan secara kualitas ide maupun kebenarannya".

Dengan ini, mestinya arah dari pluralisme adalah pandangan bahwa berbagai macam agama tersebut "tidak sama" (namanya saja 'pural'), "tidak sejajar", "tidak sepadan", dan "tidak sekualitas". Jadi kalo saya petakan dengan contoh riil:

  • ada yang kebenarannya penuh (->Islam murni / syar'un munazzal)
  • ada yang mendekati benar penuh (->Islam hasil pemahaman / mu'awwal)
  • ada yang mengandung beberapa keberanan (mis. Yahudi dan Nasrani)
  • ada yang didominasi oleh kesalahan (mis. Majusi & agama Musyrikin)
  • ada yang kebatilannya penuh (-> Atheisme & Materialisme Ekstrim)

Dan semua "keragaman/perbedaan" dan tingkatan-tingkatan itu sendiri telah disinyalir oleh Allah dalam Al-Quran Surat Al-Hajj:

"Sesungguhnya orang-orang yang Beriman, orang-orang Yahudi, orang-orang Shaabi'in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi dan orang-orang Musyrik, Allah akan memisahkan / memberi keputusan diantara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah menyaksikan segalasesuatu." (QS 22:17).

Perhatikan bahwa di atas tersebut Allah Ta'ala:

  1. Mengklasifikasikan manusia berdasarkan agama & keimanannya
  2. Memisah-misah mereka untuk memberi keputusan antara mereka
  3. Allah maha menyaksikan status riil mereka satu persatu

Ini semua tentu bertentangan dengan paradigma "Kesamaan & Kesetaraan". Ini sesuai dengan paradigma "Pluralitas & Perbedaan".

Lalu, perhatikan lanjutan ayat tersebut:

"Apakah kamu tiada mengetahui, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Diakehendaki." (QS 22: 18)

Perhatikan bahwa di ayat tersebut Allah:

  • Membagi manusia menjadi dua: (1) Ahli Sujud yg akan dimuliakan; & (2) Orang Hina yg akan diadzab.
  • Menyatakan bahwa "Yang Hina" tdk bisa / tdk boleh dianggap "Mulia".

Ini semua tentu bertentangan dengan paradigma "Kesamaan & Kesetaraan". Ini sesuai dengan paradigma "Pluralitas & Perbedaan". Nah, sekarang perhatikan juga ayat yang sebelumnya:

"Dan demikianlah Kami telah menurunkan Al Qur'an yang merupakan ayat-ayat yang nyata, dan bahwasanya Allah memberikan petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki." (QS. 22:16)

Perhatikan bahwa ayat ini mengindikasikan dua hal yang sangat penting:

  1. Jalan NYATA untuk "petunjuk" & "kebenaran" adalah AL-QURAN
  2. Yang tidak menerima isi Al-Quran, berarti jauh dari Petunjuk.

Dan tentunya hal tersebut bertentangan dengan paradigma-paradigma ini:

  • kesamaan agama-agama (/= hanya satu yang menerima Al-Quran)
  • relativitas kebenaran (/= "ayat-ayat yang NYATA")
  • kesetaraan agama-agama (/= petunjuk hanya kepada "yang Dikehendaki")

Dan justru ini sesuai dengan paradigma:

  • perbedaan agama-agama
  • terang-benderangnya tanda-tanda kebenaran
  • keberjenjangan agama-agama

Jadi intinya, poin yang sebetulnya kita ingkari adalah pandangan bahwa"KEBENARAN itu TIDAK TUNGGAL", yang merupakan negasi dari pernyataan"kebenaran itu tunggal". Pernyataan ini kita ingkari terutama karena mengimplikasikan pernyataan bahwa "Dua hal yang bertentangan boleh jadi sama-sama benar". Pernyataan ini membuat kita mensejajarkan atau menganggap sama-sama benar antara:

  • "Pengakuan Eksistensi Tuhan" dengan "Penafian Eksistensi Tuhan"
  • "Pengesaan Tuhan" dengan "Pembanyakan Tuhan"
  • "Tuhan tidak beranak" dengan "Tuhan punya anak"
  • "Ketaatan terhadap Nabi" dengan "Penganiayaan atas Nabi"
  • "Keimanan terhadap Al-Quran" dengan "Pengingkaran atas Al-Quran"
  • "I'laa'i kalimatillaah" dengan "Pensejajaran Aneka Sistem"
  • "A=B" dengan "A /= B"

Dan tentu saja, hal-hal di atas sangat bertentangan dengan PRINSIP NON-KONTRASIKSI.. sebuah prinsip fundamental yang merupakan salah satu dasar dari Logika.. sebuah "Prima Principia" yang tidak bisa diingkari oleh akal sehat dan rasio yang jernih! Untuk ditelaah atau dikoreksi...Semoga bermanfaat.. Maaf kalau melebar ke mana-mana...

Wassalamu'alaikum w. w.

(Nidlol Masyhud Bahri)
borondong garing ider kota pilemburan
*makin bodohnya aku, karena ke"tahu"an ku*

0 Comments:

Post a Comment

<< Home